TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
MAKALAH
TEORI
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PAI
TEORI
BELAJAR BEHAVIORISME
DOSEN
PENGAMPU:
AHMAD
SAUPI, M.Pd.I
DISUSUN
OLEH :
EVI
KHOIRUNNISA : T.PAI.1.2016.064
ESA
SARIWANI: T.PAI.1.2016.008
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH
MAULANA QORY (STAI SMQ) BANGKO
TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa penulis dapat menyelesaikan tugas teori belajar dan
pembelajaran PAI yang membahas tentang konsep teori belajar behaviorisme. Dalam
penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, kerabat atau teman-teman kami dan
Bapak Ahmad Saupi selaku dosen mata kuliah ilmu pendidikan islam, sehingga
kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karenanya penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Ahmad Saupi , teman-teman yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat selesai. Tak kalah pentingnya, rasa sayang dan
terima kasih penulis haturkan kepada ayah dan ibu yang senantiasa mendo’akan
dan memberikan dukungannya. Kritik dan saran demi perbaikan makalah ini sangat
diharapkan dan akan diterima dengan lapang dada. Dan akhirnya semoga materi ini
dapat bermanfaat dan menjadi bahan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Bangko,
27 Maret 2017
Penulis,
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang
dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku
yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan
teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang
sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas
perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan
ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri
maupun melalui simulasi.
Di awal abad 20 sampai sekarang ini teori
belajar behaviorisme mulai ditinggalkan dan banyak ahli psikologi
yang baru lebih mengembangkan teori belajar kognitif dengan asumsi dasar bahwa
kognisi mempengaruhi prilaku. Penekanan kognitif menjadi basis bagi pendekatan
untuk pembelajaran. Walaupun teori belajar tigkah laku mulai ditinggalkan
diabad ini, namun mengkolaborasikan teori ini dengan teori belajar kognitif dan
teori belajar lainnya sangat penting untuk menciptakan pendekatan pembelajaran
yang cocok dan efektif, karena pada dasarnya tidak ada satu pun teori belajar
yang betul-betul cocok untuk menciptakan sebuah pendekatan pembelajaran
yang pas dan efektif.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa Konsep Dasar teori Belajar
Behaviorisme?
2.
Apa Karakteristik Belajar
menurut Teori Behaviorisme?
3.
Bagaimana Asumsi-asumsi dan
Prinsip Belajar menurut Teori Behaviorisme?
4.
Apa Alternatif Pembelajaran
menurut Teori behaviorisme?
C.
Tujuan
1.
Agar mengetahui Konsep Dasar
teori Belajar Behaviorisme
2.
Agar mengetahui Karakteristik
Belajar menurut Teori Behaviorisme
3.
Agar mengetahui Asumsi-asumsi
dan Prinsip Belajar menurut Teori Behaviorisme
4.
Agar mengetahui Alternatif
Pembelajaran menurut Teori behaviorisme
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI
BELAJAR BEHAVIORISME
A. Konsep
Dasar Teori Belajar Behavioristime
Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang
dapat diukur, diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan.
Tanggapan terhadap rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau
negatif terhadap perilaku kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang
digunakan dalam menghilangkan atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan
menjelaskan tindakan yang diinginkan.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984). Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon,
oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur.
B. Karakteristik Belajar menurut
Teori Behaviorisme
Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,
mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan
tingkah laku adalah hasil belajar. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
C. Asumsi-asumsi dan Prinsip Belajar menurut
Teori Behaviorisme
1.
Edward Lee Thorndike (1874 – 1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, juga dapat
berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. Teori Thorndike ini sering
disebut teori koneksionisme.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk
asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit,
maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa
puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
Dengan adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberikan sumbangan cukup besar di dunia pendidikan tersebut, maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan. Selain itu, bentuk belajar yang paling khas baik pada hewan maupun pada manusia menurutnya adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.
Menurut Thorndike
terdapat tiga hukum belajar yang utama yaitu :
a.
The Law of Effect (Hukum Akibat).
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
b.
The Law of Exercise (Hukum Latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: The Law of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. The Law of Disue : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.
Hukum latihan yaitu semakin sering tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Dalam hal ini, hukum latihan mengandung dua hal: The Law of Use : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah kuat, kalau ada latihan yang sifatnya lebih memperkuat hubungan itu. The Law of Disue : hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi akan menjadi bertambah lemah atau terlupa kalau latihan-latihan dihentikan, karena sifatnya yang melemahkan hubungan tersebut.
c.
The Law of Readiness (Hukum Kesiapan).
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
Hukum kesiapan yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar merupakan suatu kegiatan membentuk asosiasi (connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan.
2.
John Watson (1878 – 1958)
Watson adalah
seorang behavioris murni, kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman
empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Menurut Watson,
belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respon tersebut harus dapat diamati dan diukur. Jadi perubahan-perubahan
mental dalam diri seseorang selama proses belajar, tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati.
Pandangan utama Watson:
Pandangan utama Watson:
a.
Psikologi mempelajari stimulus dan respons
(S-R Psychology). Yang dimaksud dgn stimulus adalah semua obyek di lingkungan,
termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang
dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang
overt dan covert, learned dan unlearned.
b.
Tidak mempercayai unsur herediter
(keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar
sehingga unsur lingkungan sangat penting (lihat pandangannya yang sangat
ekstrim menggambarkan hal ini pada Lundin, 1991 p.173). Dengan demikian
pandangan Watson bersifat deterministik, perilaku manusia ditentukan oleh
faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
c.
Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson
sederhana saja. Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang
dipelajari ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi bukan
berarti bahwa Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai
obyek studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah
ciri utama behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini,
meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. [Pada titik ini sejarah psikologi
mencatat pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total
terhadap konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat
banyak reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi
populer.
d.
Sejalan dengan fokusnya terhadap ilmu yang
obyektif, maka psikologi harus menggunakan metode empiris. Dalam hal ini metode
psikologi adalah observation, conditioning, testing, dan verbal reports.
e.
Secara bertahap Watson menolak konsep
insting, mulai dari karakteristiknya sebagai refleks yang unlearned, hanya
milik anak-anak yang tergantikan oleh habits, dan akhirnya ditolak sama sekali
kecuali simple reflex seperti bersin, merangkak, dan lain-lain.
f.
Sebaliknya, konsep learning adalah sesuatu
yang vital dalam pandangan Watson, juga bagi tokoh behaviorisme lainnya. Habits
yang merupakan dasar perilaku adalah hasil belajar yang ditentukan oleh dua
hukum utama, recency dan frequency. Watson mendukung conditioning respon Pavlov
dan menolak law of effect dari Thorndike. Maka habits adalah proses
conditioning yang kompleks. Ia menerapkannya pada percobaan phobia (subyek
Albert). Kelak terbukti bahwa teori belajar dari Watson punya banyak kekurangan
dan pandangannya yang menolak Thorndike salah.
g.
Pandangannya tentang memory membawanya pada
pertentangan dengan William James. Menurut Watson apa yang diingat dan
dilupakan ditentukan oleh seringnya sesuatu digunakan/dilakukan. Dengan kata
lain, sejauh smana sesuatu dijadikan habits. Faktor yang menentukan adalah
kebutuhan.
h.
Proses thinking and speech terkait erat.
Thinking adalah subvocal talking. Artinya proses berpikir didasarkan pada
keterampilan berbicara dan dapat disamakan dengan proses bicara yang ‘tidak
terlihat’, masih dapat diidentifikasi melalui gerakan halus seperti gerak bibir
atau gesture lainnya.
i.
Sumbangan utama Watson adalah ketegasan
pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi
psikologi adlaah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini
dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Dengan
penolakannya pada mind dan kesadaran, Watson juga membangkitkan kembali
semangat obyektivitas dalam psikologi yang membuka jalan bagi riset-riset
empiris pada eksperimen terkontrol.
3.
Clark L. Hull (1884 – 1952)
Clark Hull juga
menggunakan variable hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan
pengertian belajar. Menurut Clark Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama
untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive
reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan
manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat berwujud macam-macam.
Prinsip-prinsip
utama teorinya :
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.
Dalam mempelajari
hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari intervening variable (atau
yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma)). Faktor O adalah kondisi
internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred), efeknya dapat dilihat pada
faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini Hull dikritik karena bukan
behaviorisme sejati. Proses belajar baru terjadi setelah keseimbangan biologis
terjadi. Di sini tampak pengaruh teori Darwin yang mementingkan adaptasi
biologis organism.
4.
Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan. Guthrie juga menggunakan
variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses
belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, sehingga dalam kegiatan belajar peserta didik perlu diberi stimulus dengan sering agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
5.
Burrhus Frederic Skinner (1904 – 1990).
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli
konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara
sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus
dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian
menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh
tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang
dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi.
Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku.
Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul
akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan
menambah rumitnya masalah karena perlu penjelasan lagi.
Prinsip lainnya yaitu:
1.
Perilaku nyata dan terukur memiliki makna
tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak.
2.
Aspek mental dari kesadaran yang tidak
memiliki bentuk fisik adalah pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
3.
Penganjur utama adalah Watson : overt,
observable behavior, adalah satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi
yang benar.
4.
Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang
ekstrem ini dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang
lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme juga menjadi
tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan faktor-faktor internal juga,
meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.
5.
Aliran behaviorisme juga menyumbangkan
metodenya yang terkontrol dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu
psikologi.
6.
Banyak ahli membagi behaviorisme ke dalam
dua periode, yaitu behaviorisme awal dan yang lebih belakangan.
D. Alternatif Pembelajaran menurut Teori
Behaviorisme
Teori behavioristik
merupakan teori yang menggunakan hubungan stimulus-responnya dan menganggap
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Teori behavioristik
tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Pandangan behavioristik
juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun
mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
Penerapan teori
behaviroristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu
guru sebagai central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
Metode behavioristik
ini sesuai untuk perolehan kemampaun yang membuthkan praktek dan pembiasaan
juga sesuai diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Diantara tokoh-tokoh
aliran behavioristik, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons,
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
DAFTAR
PUSTAKA
Slavin,
Robert E . 2008 . Psikologi Pendidikan,
Teori dan Praktik . Jakarta : PT.Indeks.
Hadi,
Ahmad. 2013. Teori Belajar Behavioristik.
dalam http://nudisaku.blogspot.com
Degeng,
I Nyoman Sudana. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Depdikbud
Haryanto. 2010. Teori Belajar
Behaviorisme. dalam http://belajarpsikologi.com/teori-belajar-behaviorisme
Tags:
Makalah
0 komentar